Kemampuan berbicara
(berbahasa) merupakan kemampuan untuk mengungkapkan isi hati dengan bunyi yang
dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara juga telah membedakan manusia dengan
makhluk lain. Dalam mencapai kesepakatan diantara umat, suku, golongan, bangsa
yang berbeda juga ditentukan dengan bagaimana “bahasa”
penyampaiannya. Karenanya, Pondok Pesantren Darul Qurro mendidik
san-trinya dengan menekankan aspek bahasa sebagai mahkota yang harus dijaga.
Selain itu, fungsi bahasa sebagai pembuka ilmu
(kunci). Ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini akan kekal bersama dengan
penulisannya. Dan sejauh ini, bahwa sumber ilmu pengetahuan didapatkan
dari referensi berbahasa asing; referensi ilmu-ilmu syariat umumnya
berbahasa Arab dan ilmu-ilmu terkait perkembangan sains dan teknologi umumnya
berbahasa Inggris.
Mengingat pentingnya
penguasaan bahasa asing tersebut, Pimpinan Pondok Modern Tazakka
menegaskan bahwa sebagus apapun teori yang ada, akan percuma jika tanpa kerja
atau praktek nyata dengan berbicara asing tersebut. Hal tersebut diungkapkan
dalam sebuah idiom: al-Lughatu hiya al-Mumarotsatu (berbahasa
adalah praktek pembiasaan).
Di lingkungan Pondok Pesantren
Darul Qurro, pembiasaan berbahasa asing digalakkan dengan disiplin tinggi,
untuk penciptaan lingkungan berbahasa resmi (Arab dan Inggris), sehingga santri
selalu mendengarkan dan berbicara dalam bahasa resmi. Bahasa resmi di Pondok Pesantren
Darul Qurro adalah bahasa Arab dan Inggris.
Setelah enam bulan
pertama tinggal di pondok, santri tidak diperkenankan lagi berkomunikasi
sehari-hari kecuali menggunakan bahasa Arab dan Inggris, baik antar santri
maupun santri dengan guru. Pondok memaksa santri untuk menggunakan kosa kata
yang telah didapatnya baik dari kelas maupun dari luar kelas. Untuk itu
disiplin berbahasa perlu ditegakkan dengan pengawasan yang melekat dari para
guru.
Bagi pondok, masalah
benar atau salah dalam berbahasa tidak menjadi kendala pada tahap-tahap awal
penerapannya; yang terpenting adalah keberanian santri untuk berkomunikasi
dengan dua bahasa tersebut. Sebab, benar dan salah sangat terkait dengan ilmu
gramatikal (termasuk nahwu dan sorf untuk bahasa Arab), dan hal itu akan
terkikis dengan sendiri-nya setelah santri mempelajarinya pada tahun kedua dan
ketiga. Artinya, pada tahun kedua dan ketiga dan seterusnya, kemampuan
berbahasa asing akan dengan sendirinya benar.
Termasuk dalam
pembiasaan adalah dengan mendengarkan aksen berbahasa baik Arab maupun Inggris.
Maka, pengumuman dan informasi kepada santri pun dilakukan dalam bahasa Arab
dan Inggris, baik yang dibacakan oleh santri sendiri maupun oleh guru. Ini
sebagai bentuk pembiasaan pendengaran bahasa asing.
Upaya lain adalah dengan
mendatangkan native speaker untuk mengajar di
kelas-kelas maupun terjun ke kamar-kamar santri, juga dalam aktifitas santri. Native
speaker berfungsi untuk mengukur daya tangkap santri dalam
berbahasa sekaligus untuk mengukur pula keshahihan mereka dalam berbahasa yang
bisa dipahami oleh penutur aslinya.
Itu semua telah menjadi
tradisi dan ketentuan di Pondok Pesantren Darul Qurro dalam rangka menciptakan
miliu berbahasa resmi serta untuk meningkatkan kemampuan berbahasa santri. Dan
masih banyak lagi upaya-upaya lainnya.
Di lingkungan pondok,
pembiasaan berbahasa asing digalakkan dengan disiplin tinggi untuk menciptakan
lingkungan berbahasa resmi, yaitu Arab dan Inggris, sehingga santri selalu
mendengarkan dan berbicara dalam bahasa resmi.
0 comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.